Senin, 23 Maret 2009

pendidikan kesehatan masyarakat ( devisiensi vitamin A)

Sampai saat ini masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi adalah masalah Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), dan Kurang Energi Protein (KEP). Keempat masalah gizi tersebut banyak diderita oleh golongan rawan terutama pada bayi, balita, Wanita Usia Subur (WUS), ibu hamil dan ibu nifas. Disamping itu masalah gizi lebih cenderung meningkat, terutama di perkotaan.

Vitamin A adalah istilah umum untuk suatu kelompok senyawa yang memiliki aktivitas biologi dari retinol dan merupakan zat gizi esensial untuk penglihatan, reproduksi, pertumbuhan, diferensiasi epitelium, dan sekresi lendir/getah. Sumber utama vitamin A adalah pigmen karotenoid (umumnya β- karetin) dan retinil ester dari hewan. Senyawa ini diubah menjadi retinol dan diesterifikasi dengan asam lemak rantai panjang. Hasil dari retinil ester diabsorpsi bersama lemak dan ditransportasikan ke hati untuk disimpan (Gormall,1986).

Kebutuhan vitamin A sangat mempengaruhi aktifitas dari tubuh karena fungsi nya yang sangat konfleks.terutama berkaitan dengan fungsi mata dan pertumbuhan,itu sebabnya masalah kekurangan Vitamin A akan berdapak beruntun bagi kesehatann Masyarakat.hal yang sangat perlu untuk diperhatikan adalah bayi,ibu masa nifas .Wanita Usia Subur(WUS)

Di indonesia masalah KVA masih belum dapat diatasi,untuk itu perlu upaya yang serius yang wajib dilakukan oleh pemerintah karena banyak nya data yang menunjukan keseriusan dari masalah tersebut. Bila masalah ini tidak segera ditangani maka akan menimbulkan dapak yang sangat besar bagi masyarakat

Maslah KVA tidak hanya dialami oleh Indonesia sejumlah Negara di asia juga mengalaminya.Umumnya masalah defisiensi vitamin A dialami oleh negara yang sedang berkembang dan Negara miskin seperti India ,Nepal, Banglades, dan Indonesia.

VITAMIN A

Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah sangat sedikit, tapi sangat dibutuhkan dalam usaha mempertahankan gizi normal. Semua mahkluk hidup membutuhkan vitamin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tumbuh-tumbuhan dapat mensintesis sendiri vitamin untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan manusia dan hewan mendapatkan hampir semuanya dari makanan. Dalam beberapa hal, tubuh manusia dapat membuat vitamin, misalnya dari provitamin A (karoten) yang diubah menjadi vitamin A.

Dari semua vitamin tersebut, vitamin A paling banyak menimbulkan masalah. Salah satu dari empat masalah gizi yang dihadapi penduduk Indonesia dewasa ini adalah kekurangan vitamin A (KVA). Vitamin A merupakan vitamin yang paling tua dipelajari, terutama dalam hubungannya dengan masalah kebutaan. Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan keberlangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) dengan mempertimbangkan faktor-faktor khas dari keadaan tubuh orang Indonesia (Tabel 1).

Tabel 1. Daftar Kecukupan Konsumsi Vitamin A

Golongan Umur

Kebutuhan Vitamin A

(RE)

0-6 bulan

7-12 bulan

1-3 bulan

4-6 tahun

7-9 tahun

Pria

10-12 tahun

13-15 tahun

16-19 tahun

20-45 tahun

46-59 tahun

>60 tahun

Wanita

10-12 tahun

13-15 tahun

16-19 tahun

20-45 tahun

46-59 tahun

> 60 tahun

Hamil

Menyusui

0-6 bulan

7-12 bulan

350

350

350

460

400

500

600

700

700

700

600

500

500

500

500

500

500

+200

+350

+300

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998)

Multimanfaat Secara garis besar, manfaat vitamin A adalah sebagai berikut

Fungsi :

  • Proses penglihatan.

Vitamin A dalam bentuk retinal akan bergabung dengan opsin (suatu protein) membentuk rhodopsin, yang merupakan pigmen penglihatan. Adanya rhodopsin itulah yang memungkinkan kita dapat melihat. Rendahnya konsumsi menyebabkan menurunnya simpanan vitamin A di dalam hati dan kadarnya di dalam darah. Akibat lebih lanjut adalah berkurangnya vitamin A yang tersedia untuk retina.untuk ituvitamin A dapat membantu mencegah kebutaan

  • Mengatur sistem kekebalan tubuh (imunitas).

Sistem kekebalan membantu mencegah atau melawan infeksi dengan cara membuat sel darah putih yang dapat menghancurkan berbagai bakteri dan virus berbahaya. Vitamin A dapat membantu limposit (salah satu tipe sel darah putih) untuk berfungsi lebih efektif dalam melawan infeksi.

  • Vitamin A dan betakaroten terbukti merupakan antioksidan yang dapat melindungi sel dari serangan radikal bebas untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit kronis, seperti jantung dan kanker.
  • memicu pertumbuhan balita . kecukupan konsumsi vitamin A sangat penting diperhatikan untuk anak-anak yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan
  • pemeliharaan rambut dan kulit
  • membantu hormon yang berperan dalam proses reproduksi. Vitamin A diperlukan dalam produktivitas hormon steroid (hormon seks) dan proses spermatogenesis (pembentukan sel sperma) yang sangat vital dalam proses pembuahan sel telur untuk menghasilkan keturunan .
  • Memelihara kesehatan sel-sel epitel pada saluran pernapasan
  • Membentuk dan memelihara pertumbuhan tulang dan gigi

Defisiensi

  • Defisiensi vitamin A menyebabkan kelenjar tidak mampu mengeluarkan air mata, sehingga film yang menutupi kornea mengering. Selanjutnya kornea mengalami keratinisasi dan pengelupasan, sehingga menjadi pecah. Infeksi tersebut menyebabkan mata mengeluarkan nanah dan darah. Dampak lebih lanjut adalah munculnya titik bitot (putih pada bagian hitam mata) serta terjadi gangguan yang disebut xerosis conjunctiva, xerophthalmia, dan buta permanen. Menangkal radikal bebas.
  • Defisiensi vitamin A menyebabkan terhambatnya pertumbuhan karena gangguan pada sintesis protein. Gejala ini sering tampak pada anak balita.
  • Defisiensi atau kekurangan vitamin A menyebabkan sel-sel epitel tidak mampu mengeluarkan mucus (lendir) dan membentuk cilia (semacam rambut) untuk mencegah akumulasi bahan asing pada permukaan sel. Karena itu, defisiensi vitamin A dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA)
  • Defisiensi vitamin A terbukti dapat menghambat pemanjangan tulang dan terbentuknya gigi yang sehat
  • Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan kulit dan rambut menjadi kasar dan kering.

Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan kedua terbesar setelah katarak. Defisiensi vitamin A tingkat sedang dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan sistem imunitas (kekebalan) terhadap serangan penyakit infeksi.

Manifestasi klinis

  • Gejala awal dari defisiensi vitamin A adalah anak tidak lagi dapat melihat dengan jelas di sore hari, disebut sebagai buta senja
  • jika defisiensi vitamin A terus berlanjut maka akan terjadi
    • xerosis konjungtiva (bagian putih mata kering, kusam, tidak bersinar),
    • bercak bitot (bercak seperti busa sabun),
    • xerosis kornea (bagian hitam mata kering, kusam, dan tidak bersinar),
    • keratomalasia (sebagian dari hitam mata melunak seperti bubur),
    • ulserasi kornea (seluruh bagian hitam mata melunak seperti bubur),
    • xeroftalmia scars (bola mata mengecil atau mengempis),
    • akhirnya menjurus buta permanent

Etiologi

  • Penyebab utama defisiensi vitamin A adalah konsumsi yang kurang pada makanan sehari-hari.
  • Penyebab lainnya adalah meningkatnya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi pada kondisi fisiologis tertentu seperti:
    • seperti ketika sedang hamil dan menyusui
    • terganggunya proses penyerapan (malabsorpsi),
    • atau diare dan penyakit liver kronis.

Sumber

Sumber Vitamin A dapat dibedakan atas

  • preformed vitamin A (vitamin A bentuk jadi / Retinol)

sumber nya umum berasal dari hewani seperti daging, susu dan olahannya (mentega dan keju), kuning telur, hati ternak dan ikan, minyak ikan (cod, halibut, hiu).

  • provitamin A (bahan baku vitamin A).

Provitamin A atau korotenoid umumnya bersumber pada sayuran berdaun hijau gelap (bayam, singkong, sawi hijau), wortel, waluh (labu parang), ubi jalar kuning atau merah, buah-buahan berwarna kuning (pepaya, mangga, apricot, peach), serta minyak sawit merah.

Kesalahan pengolahan

Pada proses pengolahan lebih lanjut, banyak betakaroten yang hilang, sehingga kadarnya hanya tinggal sedikit pada minyak goreng. Betakaroten merupakan provitamin A yang paling efektif diubah oleh tubuh menjadi retinol (bentuk aktif vitamin A).

Karotenoid lainnya, seperti lycopene (tomat dan semangka), xanthopyl (kuning telur dan jagung), zeaxanthin (jagung), serta lutein, walaupun memiliki aktivitas untuk peningkatan kesehatan, bukan merupakan sumber vitamin A.

Penyerapan vitamin A oleh tubuh, antara lain dipengaruhi oleh konsumsi lemak dan sumber bahan pangannya. Dalam kondisi konsumsi lemak yang tepat, tingkat penyerapan vitamin A asal hewani dapat mencapai sekitar 80 persen. Kemampuan penyerapan karotenoid sangat tergantung pada keberadaan garam empedu, umumnya mencapai sekitar separuh dari penyerapan vitamin A asal hewani.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sumber vitamin A hewani jauh lebih baik daripada nabati. Mengingat tingkat penyerapan vitamin A sangat tergantung pada kecukupan konsumsi lemak

Upaya pengolahan sayuran menjadi sayur bersantan (sayur bobor atau lodeh) dan yang ditumis dengan sedikit minyak (oseng-oseng) akan jauh lebih baik dibandingkan dengan sayur bening atau lalap.

Diet rendah lemak yang terlalu ketat, karena alasan takut kegemukan atau untuk menghindari penyakit jantung, perlu ditinjau ulang. Kehadiran lemak dalam makanan sehari-hari tetap diperlukan untuk menjaga kesehatan tubuh. Yang perlu diperhatikan adalah jenis dan jumlah lemak dalam menu harian. Lemak dengan kandungan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA), lebih bermanfaat bagi kesehatan daripada lemak dengan kandungan asam lemak jenuh tinggi.

Untuk itu kontribusi lemak dalam makanan sebaiknya tidak melebihi 30 persen total kebutuhan energi per hari. Sumbangan energi terbesar tetap diharapkan berasal dari karbohidrat, yaitu sekitar 50-60 persen total kebutuhan energi, sisanya protein, yaitu sekitar 10-20 persen. (Prof. DR. Ir. Made Astawan, MS Dosen di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB)

Defisiensi vitamin A di Indonesia

Di dunia, sekarang ini sekitar 40 juta anak-anak menderita defisiensi vitamin A dan 13 juta anak menunjukkan gejala klinis gangguan pada mata. Sekitar sepertiga kematian anak-anak juga disebabkan oleh kekurangan vitamin A.

Di Indonesia, sekitar separuh anak balita menunjukkan defisiensi vitamin A subklinis (Malaspina, 1998). Selain itu, paling sedikit tiga juta anak di seluruh dunia menderita xeropthalmia yang dapat merusak kornea mata, dan 250.000 sampai 500.000 menderita buta setiap tahunnya akibat defisiensi vitamin A.

Kebanyakan penderita tinggal di negara-negara sedang berkembang. Dari berbagai studi terungkap bahwa kekurangan vitamin A menyebabkan seperempat dari kematian anak di negara berkembang.

Di dunia, tidak kurang dari dua juta anak meninggal setiap tahun karena kekurangan vitamin A. Hal tersebut terjadi karena selain menyebabkan kebutaan, kekurangan vitamin A juga menurunkan daya pertahanan tubuh. Dengan kondisi seperti itu, anak-anak akan mudah terserang penyakit infeksi, seperti campak, diare, dan tuberkulosa paru. Padahal, konsumsi vitamin A yang cukup akan meningkatkan sistem imun tubuh, sehingga terhindar dari penyakit tersebut.

Salah satu akibat Defisiensi Vitamin A Xerophtalmia Merenggut Penglihatan Balita . Kasus xeropthalmia, sebuah kelainan pada mata akibat kekurangan vitamin A tak bisa dipandang enteng. Dulu ada asumsi bahwa penyakit ini sudah tidak ada lagi di Indonesia. Tapi fakta berbicara bahwa xerophtalmia masih bisa dikatakan sebagai momok mengerikan bagi anak usia bawah lima tahun (balita).

Pada 1978—1980 Departemen Kesehatan (Depkes) bersama dengan Hellen Keller International (HKI) dan RS Mata Cocendo, Bandung mengadakan survei ihwal gangguan mata akibat kekurangan vitamin A. Didapat hasil bahwa prevalensi xerophtalmia status X1B sebanyak 1,2 persen, dan status X2 atau X3 sebanyak 9,8 persen per sepuluh ribu. Dari sini tergambar bahwa problem ini tergolong masalah kesehatan masyarakat.

Survei yang dilakukan kembali pada 1992 di 15 provinsi Indonesia mengungkapkan penurunan yang cukup lumayan. Prevalensi xerophtalmia status X1B tinggal 0,33 persen. Dan tipe X2 dan X3 menjadi 0,5 per 10.000. Namun bukan berarti Indonesia terbebas dari penyakit mengerikan ini.

xerophtalmia merupakan suatu tahap lanjutan akibat kekurangan vitamin A setelah seorang anak mengalami tahap seperti diare, kista, anemia, gangguan pertumbuhan. ”Ini diawali dengan kondisi kekurangan gizi yang dibiarkan saja.

Xerophtalmia sendiri bisa berakibat kebutaan kalau tak mendapat pengobatan,” Seorang anak yang mendapat asupan vitamin A cukup, kalau terganggu kesehatannya hanya akan mengalami penyakit yang tidak terlalu berbahaya. Demam, cacar dan sebagainya bisa sembuh dalam waktu singkat. Sedangkan anak yang mendapat asupan vitamin A berstatus marjinal cenderung mengidap suatu penyakit lebih lama dan berat. Dan pada anak yang memiliki status asupan vitamin A buruk, bisa terancam kebutaan dan bahkan kematian.

Biasanya faktor kemiskinan dan malnutrisi menjadi penyebab gangguan mata ini. Kalau seorang anak balita bertubuh kurus dan menderita malnutrisi mengalami gejala rabun senja maka harus segera diwaspadai. Rabun senja, yakni tak bisa melihat dengan jelas pada waktu senja dan malam menjadi gejala klinis xerophtalmia.

Gejala xerophtalmia.

  • Terlebih kalau disertai dengan diare, demam atau infeksi saluran pernapasan. Pada tahap ini berarti seorang anak sudah mencapai klasifikasi xerophtalmia XN, demikian menurut klasifikasi Badan Kesehatan Dunia WHO.
  • Jika dibiarkan maka bisa beranjak ke kondisi yang lebih parah, yakni Klasifikasi X1A di mana terjadi kekeringan konjungtiva pada mata dan munculnya kerut di sekitar mata.
  • Stadium berikutnya adalah munculnya serosis dan bercak bito di mata, yakni bercak putih menyerupai keju.Kondisi ini terjadi pada tahap klasifikasi X1B.
  • Makin lama kalau tidak dirawat kondisi ini berkembang ke klasifikasi X2 di mana kornea dan selaput mengering dan tampak suram. Pada tahap ini pasien masih bisa diobati dengan memberi asupan vitamin A dan gizi lain. ”Mata bisa kembali normal seperti semula kalau cepat ditangani,”
  • .Tapi kalau tak dirawat maka akan kian parah menjadi kalsifikasi X3A, yakni sepertiga kornea mata tertutup atau lebih populer dengan istilah keratomalcia.
  • Dan status yang lebih buruk lagi adalah klasifikasi X3B, di mana lebih dari sepertiga kornea tertutup.
  • Dan yang paling parah adalah Klasifikasi XS, seluruh mata sudah tertutup hingga tak bisa melihat.

    Hellen Keller International

Kondisi mata yang terserang xerophtalmia akibat kekurangan vitamin A.

Studi yang mengenai pertumbuhan linear anak usia 6 bulan hingga 4 tahun di Indonesia menunjukkan bahwa anak yang memiliki konsentrasi serum retinol yang rendah mencapai peningkatan tinggi badan yang lebih besar secara signifikan (0,39 cm/bulan) setelah suplementasi vitamin A dibanding kelompok kontrol. Anak yang berusia 24 bulan juga mencapai pertambahan tinggi badan yang lebih tinggi dibanding bayi ( Hadi, et. Al, 2000).

Kejadian efidemiologi menunjukkan bahwa adanya kaitan dengan konsumsi makanan yang mengandung karotenoid dengan lebih rendahnya kejadian kanker tipe-tipe tertentu, seperti kanker paru-paru, kanker kolon dan bladder (Brody,1994). Diduga bahwa aktivitas kanker berkaitan dengan pengaruh esensial dari vitamin A dalam diferensiasi sel-sel epitel (Linder,1992). Sebagai contoh konsumsi rutin sayuran hijau tua dan kuning, sayuran crucifera dan tomat berkaitan dengan penurunan angka kanker paru-paru (Marchand, et.al, 1989 dalam Brody, 1994).

Efek anti kanker dari sebagian besar tanaman tersebut berhubungan dengan β-karoten, dibanding produksi vitamin A dalam tubuh dari karotenoid. Efek anti kanker ari tomat berkaitan dengan Iycopene, dan sayuran hijau tua berkaitan dengan lutein. Pada saat studi lainnya menunjukkan bahwa kanker berkaitan dengan intik vitamin A sebanyak 5000 IU per hari dan tingkat kejadian yang tinggi berkaitan dengan intik 1700 hingga 2500 IU per hari (Brody, 1994). Pada tingkat pengetahuan saat ini tidak akan disarankan untuk menggunakan dosis dalam bentuk vitamin A, melainkan dalam bentuk karoten dengan dosis seperti yang direkomendasikan untuk konsumsi setiap hari (RDA) untuk pengobatan/pencegahan kanker (Linder,1992)

Studi pada hewan menunjukkan hubungan antara intik tinggi karotenoid dari buah-buahan dan sayur-sayuran dengan pengurangan resiko bebetapa penyakit berbahaya, termasuk kanker prostat. Studi yang dilakukan mengenai efek β-karoten terhadap laju pertumbuhan in vitro menunjukkan bahwa efek biologis invitro β-karoten terhadap sel-sel prostat menghasilkan konversi β-karoten ke retinol atau metabolit lainnya (Williams, Boileau, Zhou, Clinton & Erdman, 2000).

Hasil studi Slattery, et.al (2000) terhadap 1993 subyek berusia antara 30 hingga 79 tahun yang telah didiagnosis menderita kanker usus besar dan kontrol sebanyak 2410 pasien tidak menderita kanker menunjukkan bahwa beberapa jenis karoteoid, yaitu lutein dan zeaxanthin mempunyai efek melawan kanker usus besar, dengan efek yang lebih tinggi pada orang yang lebih muda. Sumber utama lutein yang dikonsumsi berasal dari bayam, brokoli, selada, tomat, wortel, jus jeruk, seledri, sayuran hijau dan telur. Hal ini menunjukkan efek antioksidan dan lutein dan zeaxanthin, yang mempunyai efektifitas biokimia dan reaksinya terhadap membran sel yang karsinogen pada usus besar

Usaha pemerintah dalam menaggulangi defisiensi Vitamin A

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memperkirakan sekitar 40-45 juta orang di dunia mengalami kebutaan, sepertiganya berada di Asia Tenggara. Berarti setiap menit diperkirakan 12 orang menjadi buta, empat orang diantaranya juga berasal dari Asia Tenggara. Pada anak, setiap menit terdapat satu anak menjadi buta dan hampir setengahnya berada di Asia Tenggara. Sedangkan pada balita, WHO memperkirakan ada 1,4 juta yang menderita kebutaan dimana tiga perempat diantaranya ada di daerah-daerah miskin di Asia dan Afrika.

Mengingat besarnya masalah kebutaan di dunia, WHO pada tanggal 30 September 1999, mencanangkan komitmen global Vision 2020: The Right to Sight untuk mendorong penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan tertentu yang sebenarnya dapat dicegah atau direhabilitasi.

Dalam upaya mencapai Vision 2020, WHO menetapkan setiap hari Kamis minggu kedua Oktober sebagai peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day/WSD). Pada tahun ini WSD jatuh pada tanggal 11 Oktober 2007, dengan tema peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day/WSD) tahun 2007 adalah Vision For Children.

Kriteria WHO untuk masalah vitamin A kesehatan masyarakat saat ini tidak hanya termasuk prevalensi defisiensi vitamin A yang berat dengan tanda dimata (seperti Xerosis kornea, bitot’s spot) tetapi juga indikator sub-klinis (seperti retinol serum yang rendah, retinol ASI yang rendah).

Diperkirakan setiap tahun, 3 hingga 10 juta anak, kebanyakan tinggal di negara berkembang mengalami xeropthamia, dan antara 250.000 hingga 500.000 menjadi buta. Program kesehatan masyarakat internasional untuk menjadikan prioritas utama untuk mengatasi defisiensi vitamin A dan xerothamia. Penyediaan suplemen vitamin A sebanyak 50.000 hingga 200.000 IU (15.000 – 60.000 μg RE, menurut umur) kepada anak-anak yang beresiko mengalami defisiensi vitamin A untuk melindungi selama 4 hingga 6 bulan. Perbaikan intek makanan jelas diperlukan sebagai penyelesaian jangka panjang terhadap defisiensi vitamin A (Ross, 1999).

Bila dibandingkan dengan angka kebutaan di negara-negara Regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi setelah Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengalami kebutaan berasal dari status ekonomi kurang mampu dan belum akses dengan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah Katarak (0,78%), Glaukoma (0,20%), Kelainan Refraksi (0,14%), Gangguan Retina (0,13%), dan Kelainan Kornea (0,10%). Kebutaan karena katarak kejadiannya diperkirakan 0,1% (sekitar 210.000 orang) per tahun.

Dengan adanya transisi pemerintahan baru di Indonesia, pemulihan ekonomi dirancang akan tercapai dalam waktu 3-5 tahun,menurut paraanalis. Meskipun demikian, krisis telah memberi dampak yang berarti terhadap status nutrisi dan kesehatan masyarakat. Meskipun akhir dari krisis ekonomi saat ini telah terlihat,ancaman timbulnya kembali KVA masih menjadi masalah yang perlu segera dipecahkan.

Sampai saat ini masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi adalah salah satunya yaitu kekurangan Vitamin A (KVA) masalah ini banyak diderita oleh golongan rawan terutama pada bayi, balita, Wanita Usia Subur (WUS), ibu hamil dan ibu nifas. Disamping itu masalah gizi lebih cenderung meningkat, terutama di perkotaan.

Dampak masalah gizi dan kesehatan terhadap anak dan kualitas manusia dapat digambarkan bahwa gizi kurang dan infeksi mengakibatkan tumbuh kembang otak tidak optimal dan berakibat rendahnya mutu manusia, sehingga menjadi beban. Sedangkan gizi cukup dan sehat akan membuat anak menjadi lebih cerdas dan produktif sebagai tanda mutu kualitas SDM yang tinggi dan dapat menjadi aset nasional.

Permasalahan yang dihadapi Indonesia dan harus mendapat penanganan segera adalah bagaimana mencegah agar sekitar sepuluh juta anak balita yang menderita kekurangan Vitamin A sub klinis segera diatasi, bahkan 60 ribu diantara anak balita tersebut disertai dengan gejala Bercak Bitot yaitu terdapat garis merah pada bola mata, sehingga mereka terancam kebutaan. Gejala ini banyak terdapat di daerah-daerah yang kondisi gizinya buruk

Salah satu kegiatan dalam pencegahan dan penanggulangan Gizi Mikro adalah penanggulangan kurang vitamin A (KVA), terutama pada bayi dan balita yang tidak mendapat ASI Eksklusif dari orang tuanya. Karena di dalam ASI sudah terdapat begitu besar kandungan protein,vitamin dan mineral termasuk Vitamin A .

Program penanggulangan KVA sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 1970. Namun sampai saat ini KVA masih merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, terlebih ketika krisis moneter melanda Indonesia masalah gizi buruk kembali mencuat kepermukaan, walaupun pada tahun 1992 bahaya kebutaan akibat KVA mampu diturunkan secara bermakna, tetapi 50,2% balita masih menderita KVA sub klinis yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak.

Dalam menanggulangi KVA di Indonesia khususnya pada balita 6-59 bulan, Depkes telah bekerjasama dengan Helen Keller Indonesia (HKI), melalui strategi pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada balita dan ibu nifas. Pada balita diberikan 2 kali setahun, yaitu setiap bulan Februari dan Agustus secara gratis dengan kategori 0-1 tahun kapsul biru dan diatas dua tahun dengan kapsul warna merah yang bisa didapat di Puskesmas dan posyandu.

Kelompok rentan kekurangan vitamin A

  • terjadi pada anak-anak dari keluarga miskin,
  • anak yang tinggal di daerah pengungsian,
  • anak-anak yang tinggal di daerah dengan ketersediaan pangan sumber vitamin A kurang.
  • anak dengan pola asuh tidak baik,
  • anak yang tidak mendapat imunisasi,
  • anak yang tidak dapat vitamin A pada Februari dan Agustus,
  • serta adanya pantangan makanan tertentu pada anak.

Karenanya Suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi, yang dilakukan Indonesia setiap Februari dan Agustus, dimaksudkan untuk mencegah bayi dan anak-anak balita yang menderita xeropthalmia (kebutaan akibat kekurangan Vitamin A) yang menyebabkan permukaan kornea mata menjadi kering.

Hasil penelitian yang dilakukan Survei Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan (Nutrition & Health Surveillance System) selama 1998-2002 menunjukkan, sekitar 10 juta anak balita yang berusia enam bulan hingga lima tahun, berarti setengah dari populasi anak balita di Indonesia berisiko menderita kekurangan vitamin A.

Bahkan dari penelitian Depkes bekerjasama dengan Helen Keller International setiap tiga bulan sekali, makanan yang dikonsumsi masayarakat Indonesia sehari-hari di bawah angka kecukupan vitamin A yang ditetapkan untuk anak balita, yaitu 350-460 Retino Ekivalen per hari.

Amy L Rice, Direktur Program Vitamin A Helen keller International mengatakan, kekurangan vitamin A merupakan masalah utama yang menimpa anak-anak di Indonesia. Anak-anak yang tidak yang tidak tercukupi kebutuhan vitamin A-nya akan terganggu kesehatan mata, kemampuan penglihatan, maupun kekebalan tubuhnya.

Yang memprihatinkan, kebutaan yang disebabkan kekurangan vitamin A tidak dapat disembuhkan. Dengan demikian, anak-anak yang kekurangan vitamin A bisa mengalami kebutaan sepanjang hidupnya.

Sementara itu, Elviyanti Martini Direktur Manajemen Data dan Operasi Lapangan Program Vitamin A helen Keller International (HKI), dari penelitian yang dilakukan di sembilan provinsi ditemukan beberapa kasus kebuitaan pada anak balita:

antara lain

  • NTB (20 kasus),
  • Jabar (9 kasus),
  • Sumsel (26 kasus).

Sebagian anak balita yang diteliti itu menderita penyakit mata dalam stadium lanjut akibat kekurangan vitamin A, sehingga tidak dapat disembuhkan. Kerusakan bola mata itu disebut keratomalasia (sebagian dari hitam mata melunak seperti bubur), ulerisasi kornea (seluruh bagian hitam melunak seperti bubur), hingga kondisi parah xeroftalmia scars (bola mata mengecil dan mengempis).

Sedangkan anak dengan gejala buta senja hingga xerosis kornea (bagian mata kering, kusam, dan tidak bersinar) masih dapat disembuhkan dengan pemberian satu kapsul vitamin A sesuai usia.

  • Bayi yang berusia hingga lima bulan diberi setengah kapsul biru yang dosisnya 50.000 SI (standar internasilnal),
  • sedangkan bayi 6-11 bulan mendapat satu kapsul biru
  • Untuk anak usia 1-5 tahun mendapat kapsul merah (200.000 SI).
  • Selanjutnya hari kedua dan dua minggu kemudian diberikan satu kapsul vitamin A sesuai usianya.

Mereka yang mengalami buta senja dapat pulih setelah sehari mendapat kapsul vitamin A. Sedangkan yang mengalami xerosis kornea dengan mengikuti program pemberian kapsul vitamin A dapat disembuhkan dalam waktu sebulan.

Sedangkan untuk mencapai Vision 2020-The Right to Sight, Departemen Kesehatan telah mengembangkan strategi-strategi yang dituangkan dalam Kepmenkes No. 1473/MENKES/SK/2005 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (Renstranas PGPK).

Adapun strategi nasional PGPK tersebut adalah:

  • Pembentukan Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (KOMNAS PGPK) Meningkatkan advokasi dan komunikasi dengan LP/LS
  • Menjalin kemitraan untuk penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan
    Meningkatkan kualitas dan Kuantitas SDM yang terlibat dalam penanggulangan gangguan penglihatan
  • Meningkatkan manajemen program dan infra struktur untuk penanggulangan gangguan penglihatan
  • Mobilisasi sumber daya dan lembaga donor dalam dan luar negeri yang mendukung pelaksanaan penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan.

Tidak ada komentar: